ERASUMBU, BANDUNG — Puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit, dan Sentra Industri (FSB GARTEKS) KSBSI Kota Bandung menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT GMW, Jalan Raya Cimincrang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, Jumat (24/1). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menimpa 22 anggota serikat. Para buruh menilai PHK tersebut tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Dipimpin Ketua DPC FSB GARTEKS KSBSI Kota Bandung, Nanang Wahidin, aksi ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk keluarga korban PHK, yang turut hadir untuk memberikan dukungan. Kehadiran ibu-ibu, yang dikenal dengan sebutan “The Power of Emak-Emak,” menjadi sorotan dan simbol solidaritas perjuangan buruh.
“Kami hadir untuk memperjuangkan hak-hak pekerja yang kehilangan pekerjaan. Ini adalah perjuangan bersama, dan kami tidak akan berhenti hingga ada solusi yang adil,” ujar Nanang Wahidin dalam orasinya.
Aksi tersebut juga mendapat dukungan dari Forum RW Kelurahan Cimincrang, Kelurahan Cisaranten Kidul, Karang Taruna Kecamatan Gedebage, dan Wakil Ketua Partai Buruh Kota Bandung, Kang Mamun. Dalam pidatonya, Kang Mamun menyebut perjuangan ini sebagai upaya menuntut keadilan tidak hanya bagi 22 buruh yang di-PHK, tetapi juga bagi seluruh pekerja di Indonesia.
“Perusahaan harus bertanggung jawab atas keputusan yang merugikan pekerja. Kami di sini mendukung penuh hak-hak buruh yang telah diabaikan,” tegas Kang Mamun di tengah aksi.
Unjuk rasa yang berlangsung sejak pagi ini menarik perhatian warga dan pengguna jalan di sekitar Jalan Raya Cimincrang. Kerumunan massa sempat menyebabkan kemacetan, tetapi dukungan dari masyarakat yang menyaksikan aksi tersebut tetap mengalir. Banyak warga berhenti untuk memberikan semangat kepada para buruh yang berjuang.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT GMW belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan tersebut. Para buruh dan elemen masyarakat yang hadir berharap pemerintah, khususnya Dinas Tenaga Kerja, segera turun tangan untuk memediasi konflik ini. Mereka mendesak agar hak-hak pekerja dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami ingin keadilan. Jangan ada lagi pekerja yang menjadi korban kebijakan sepihak. Kami percaya solidaritas masyarakat adalah kekuatan besar untuk melawan ketidakadilan,” tutup Nanang Wahidin.
Aksi ini menjadi pengingat bahwa perjuangan buruh bukan hanya tentang upah, tetapi juga tentang keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi pekerja. Masyarakat pun diharapkan terus memberikan dukungan dalam upaya menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi.