Sumbu Jabar

Gubernur Jabar Sebut Tak Butuh Pers, JMSI: Itu Langgar UU Pers

BANDUNG, ERASUMBU – Pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyebut tak lagi membutuhkan pers karena telah memiliki akun media sosial menuai kritik tajam dari komunitas jurnalis. Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Barat, Sony Fitrah Perizal, menilai pernyataan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kalau disampaikan sebagai opini pribadi, sah-sah saja. Tapi kalau dalam kapasitas sebagai pejabat publik, terlebih di forum resmi, itu keterlaluan,” tegas Sony dalam keterangannya, Jumat (28/6).

Menurutnya, pernyataan Dedi Mulyadi menabrak fungsi pers sebagai pilar demokrasi dan kontrol sosial sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat 1 UU Pers. Ketika seorang kepala daerah menegasikan pers, artinya ia mengabaikan fungsi kontrol sosial yang menjadi kunci sistem check and balance dalam pemerintahan.

Lebih lanjut, Sony menyebut bahwa Pasal 4 ayat 3 UU Pers menjamin hak media untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi. Menghalangi kerja jurnalis, dengan alasan cukup lewat media sosial, menurutnya bisa dikategorikan sebagai pembatasan informasi yang sah.

“Kalau sampai jurnalis tak diberi akses, ditolak wawancaranya, atau dibatasi ruang liputannya, itu berisiko pidana. Pasal 18 ayat 1 UU Pers jelas mengancam siapa pun yang menghambat kemerdekaan pers,” terang Sony.

Sony juga menyoroti konsekuensi jangka panjang jika narasi seperti ini dibiarkan. Ia menilai bahwa pernyataan seorang gubernur bisa menjadi preseden buruk hingga ke level pemerintahan yang lebih rendah, mulai dari bupati, wali kota, hingga kepala desa.

 “Ini bukan hanya soal profesi jurnalis, tapi soal hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar, utuh, dan berimbang,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa media sosial bukan lembaga kontrol, bukan pula alat investigasi independen. Media massa masih memegang peran penting dalam melakukan verifikasi, klarifikasi, dan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

Dalam pandangan JMSI, penyempitan ruang pers bisa berdampak pada menurunnya transparansi anggaran, efektivitas program daerah, hingga melemahnya partisipasi publik.

 “Kalau informasi hanya berasal dari kanal resmi sang gubernur tanpa proses jurnalistik, maka kebenaran jadi kabur, ekosistem informasi jadi bias,” tambahnya.

Sony meminta Gubernur Dedi Mulyadi segera meralat pernyataannya dan membuka ruang dialog dengan asosiasi media.

“Bijak bila gubernur membuka akses jurnalis dalam setiap agenda resmi pemerintah. Jangan terus membuat narasi yang menyepelekan peran media,” tegasnya.

Sony menutup pernyataannya dengan pesan penting: “Demokrasi tumbuh subur ketika pers dijaga, bukan disangkal. Pejabat publik seharusnya merangkul media sebagai mitra transparansi, bukan menganggapnya sekadar mikrofon tambahan

Admin

Recent Posts

Meriah, Festival Permainan Rakyat Jawa Barat 2025 Resmi Digelar

BANDUNG, ERASUMBU - Festival Permainan Rakyat Jawa Barat 2025 resmi dibuka dan berlangsung meriah di…

3 hari ago

Festival Permainan Rakyat Jabar Digelar di Bandung

BANDUNG, ERASUMBU – Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat melalui UPTD Pengelolaan Kebudayaan…

4 hari ago

Terbatas Lahan, Bandung Terus Atasi Parkir Liar

BANDUNG, ERASUMBU - Kota Bandung terus berbenah mengatasi persoalan parkir liar yang kerap memicu kemacetan…

5 hari ago

Dorong UMKM Naik Kelas, Tel-U Beri Pelatihan Public Speaking

BANDUNG, ERASUMBU – Keterampilan berbicara di depan umum guna meyakinkan khalayak agar mengonsumsi produk yang…

5 hari ago

Teguh Santosa Kembali Pimpin JMSI

JAKARTA, ERASUMBU  — Teguh Santosa resmi kembali memimpin Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) untuk periode…

6 hari ago

Penataan Kawasan Monumen Perjuangan Bandung Dimulai, PKL dan Sampah Ditertibkan

BANDUNG, ERASUMBU - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) bersama Pemerintah Kota Bandung memulai penataan…

6 hari ago

This website uses cookies.